08 Juni 2009

PENINGKATAN PERAN PEREMPUAN DALAM KEPEMIMPINAN KELUARGA

Perempuan Indonesia memiliki potensi atau kekuatan. Kemampuannya mengelola kehidupan keluarga, sebagai rasa tanggung jawabnya untuk mengatasi masalah pendapatan keluarga dan demi kelangsungan hidup generasi penerus. Apa yang telah dilakukan perempuan untuk dirinya, keluarga, maupun masyarakat dan bangsa, membuat perempuan selalu dibutuhkan.

Kebangkitan perempuan Indonesia merupakan bagian dari kebangkitan nasional. Di dalam pola dan tatanan sosial bangsa Indonesia, peran, sosok dan keberadaan perempuan, terutama ibu sangat dimuliakan. Namun, kenyataan yang ada di masyarakat, kadangkala menunjukkan penghargaan terhadap peran ibu tidak sama dengan penghargaan terhadap perempuan. Mitos, streotype dan pelabelan terhadap peran perempuan tidak terlepas dari kuatnya nilai-nilai sosial budaya patriarki dan konstruksi sosial.

Kualitas dan kemampuan perempuan tidak dapat diragukan lagi. Permasalahannya kurang kesempatan untuk berakses karena berbagai alasan tertentu. Hal ini menjadi faktor penghambat dalam mewujudkan Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG).

Dalam dua dasawarsa terakhir, upaya untuk menuju peningkatan kualitas hidup perempuan semakin tampak. Keberhasilan telah dicapai di berbagai bidang, seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi, politik dan sosial budaya. Perempuan yang diberikan kesempatan akan mampu menjadi sosok yang berkualitas, profesional, mandiri, produktif, dan berakhlak mulia.

Peningkatan Kualitas Hidup Perempuan yang berorientasi kepada kemampuan diri (self empowerment), perlu terus didorong sehingga suatu saat nanti perempuan dapat menolong dirinya sendiri. Dibutuhkan percepatan perubahan pola pikir, nilai budaya, norma dan perilaku yang mendukung pencapaian masyarakat untuk mencapai KKG. Prinsip kemitraan dan keharmonisan antara perempuan dan laki-laki, akan memperbesar peluang terwujudnya KKG sebagaimana yang kita inginkan saat ini.

Untuk mencapai percepatan tersebut diperlukan sikap yang mulia, yakni Tujuh Budi Utama

Tujuh Budi Utama berasal dari Kearifan Lokal, yaitu:

(1) Jujur. Jujur menjadi hal yang penting bagi sebagian besar suku di Indonesia. Keutamaan jujur tampak pada berbagai filosofi ajaran, nama tempat, bahkan dalam rumah adat. Rumah adat Batak sarat dengan nilai filosofi yang dapat menjadi inspirasi sekaligus pedoman hidup. Salah satunya filosfi kehidupan orang Batak tampak pada rangka bagian atas yang disebut “bungkulan” yang ditopang oleh “tiang ninggor”. Bagi orang Batak, tiang ninggor selalu diposisikan sebagai simbol kejujuran, karena tiang tersebut posisinya tegak lurus menjulang ke atas.

(2) Tanggung Jawab. Dalam bahasa Banjar dikenal pepatah ”Gawi manuntung waja sampai kaputing”. Istilah yang kini dipakai sebagai motto kota Balikpapan ini artinya adalah apabila memulai suatu pekerjaan harus sampai selesai pelaksanaannya. Setiap orang bertanggung jawab untuk menuntaskan pekerjaannya jangan sampai menggantung.

(3) Visioner. Pepatah Jawa “Sapa nandur bakal ngunduh” secara harfiah berarti siapa menanam akan menuai. Secara luas pepatah ini berarti bahwa apa pun yang kita perbuat di dunia ini akan ada hasilnya di hari nanti. Pepatah ini mengajarkan bahwa dalam berbuat manusia harus visioner, melihat ke depan. Jika kita melakukan perbuatan yang baik, maka di kemudian hari kita pun akan mendapatkan sesuatu yang baik pula. Demikian juga sebaliknya. Intinya, pepatah ini mengajarkan hukum keseimbangan.

(4) Disiplin. Di masyarakat Sunda dikenal pepatah: Cikaracak ninggang batu laun laun jadi legok artinya usaha yang dilakukan secara terus menerus, lama-kelamaan pasti akan membuahkan hasil. Pepatah ini mengajarkan agar seseorang selalu disiplin dalam berusaha. Sesulit apapun, jika selalu berusaha maka akan mendatangkan kesuksesan.

(5) Kerjasama. Minang. Goro Basamo merupakan kegiatan kerja bersama secara gotong royong untuk kepentingan masyarakat banyak seperti membuat jalan baru, bangunan rumah ibadah, membersihkan sungai, menanam tanaman keras dan lain sebagainya. Di kota Banjarmasin dikenal semboyan "Kayuh Baimbai". Secara harfiah "Kayuh" berarti dayung, sementara "Baimbai" berarti bersama-sama. Kayuh Baimbai mengandung makna bahwa masyarakat Banjar suka berkerja sama atau bersama-sama dalam menyelesaikan pekerjaan.

(6) Adil. Dalam masyarakat Jawa dikenal konsep yang disebut Astabratha yaitu pemimpin harus memiliki sifat ambek adil paramarta atau watak adil merata tanpa pilih kasih.

(7) Peduli. Dalam tradisi Batak orang dianjurkan untuk “Pangombisi do ibana di angka ulaon ni dongan” yaitu selalu peduli terhadap apa yang terjadi pada sesama baik di kala duka maupun dalam sukacita.

Tidak ada komentar: